Megawati Soekarnoputri
.Melawan Generasi Korup
Rabu, 03 Agustus 2011
Untuk terjun ke politik, Anda harus kaya.
Namun, uang hanya nama terakhir dari kekayaan.Nama awal dan tengah dari kekayaan adalah kecerdasan sosial, jejaring, akar sosial, dan reputasi. Banyak dari kita sudah melupakan itu dengan menjadikan uang sebagai alasan dan faktor utama dalam berpolitik.
Mei 1998. Asap hitam yang membubung tinggi terlihat dari dalam tembok penjara Cipinang mengiringi arus transisi demokrasi. Beberapa hari kemudian kami mengitari radio, mendengarkan pidato pengunduran diri Soeharto. Setiap orang bersukacita, bersalaman, dan berangkulan.
Tiba-tiba seorang kawan, sesama tapol Partai Rakyat Demokratik (PRD), berkata, "Jika transisi demokrasi ini gagal, generasi kita akan berubah menjadi generasi korup yang baru." Kami pun terdiam.
Regenerasi koruptor?
Hari-hari ini canang dari kawan saya itu seperti sedang digenapi. Petualangan Gayus Tambunan sebagai bagian dari jaringan mafia pajak memberikan "getaran emosi" yang dalam. Pada usia 32 tahun ia telah terlibat skandal puluhan miliar rupiah.
"Getaran emosi" lebih kuat saya rasakan ketika mendengarkan kasus Nazaruddin karena menyinggung sejumlah politisi generasi muda yang cemerlang di republik ini.Teringat percakapan di penjara, saya pun bertanya-tanya: "Apakah generasi yang bangkit melawan generasi korup Orde Baru juga akan jatuh dengan cara yang sama, laksana Ken Arok yang terkena kutukan keris Empu Gandring?"Tentu saja korupsi bukanlah semata-mata urusan ekonomi meskipun ia jelas melibatkan uang. Korupsi adalah perwajahan dari gugusan proses politik, hukum, dan aspek-aspek lainnya.
Menurut Gambetta, ada dua pola umum kourpsi. Yang pertama korupsi layanan: aturan tidak bisa diubah tetapi pelaksanaannya diselewengkan. Yang kedua korupsi aturan: kebijakan diselewengkan sehingga menguntungkan pihak tertentu. Korupsi tipe ini bersifat lebih halus dan suit dideteksi.
Dalam penelitiannya, Hokky Situngkir dari BFI menunjukkan bahwa sejatinya langkah pemberantasan korupsi yang paling efektif adalah penguatan sistem hukum yang dikaitkan dengan pembenahan lingkungan politik tempat para pejabat publik, yang rentan bertindak korup, dilahirkan.
Faktor lingkungan yang melahirkan generasi korup antara lain ongkos persaingan politik dan gaya hidup politisi. Politik biaya tinggi sejatinya adalah pabrik yang melahirkan generasi korup secara terus menerus pada era demokrasi.Panggung politik akan didominasi oleh pemain "bergizi", baik di level nasional maupun di level daerah. Hal ini juga pernah ditegaskan Febri Diansyah dari ICW bahwa korupsi yang banyak dilakukan dalam pilkada adalah untuk pendanaan kampanye politik. Gejala yang sama saja bisa terjadi dalam pemilihan pemimpin organisasi atau bahkan pemilihan presiden.
Memang ada yang berhasil memenangi posisi jabatan publik sebagai gubernur, bupati, dan wakil rakyat dengan menekan biaya dan tak tergoda korupsi. Namun, harus saya akui bahwa presentase mereka jauh dari memadai untuk mengubah perimbangan kekuatan di dalam sistem politik yang mahal ini.Sementara itu, sebagian bibit mudah potensial menolak masuk ke sistem karena alergi melihat situasi yang ada.
Jika siklus ini tak kita lawan, demokrasi yang telah diperjuangkan dengan nyawa, air mata dan darah ini akan terus melahirkan pemimpin yang seakan-akan memimpin dan wakil rakyat yang seolah-olah mewakili rakyat.
Isi dan plot ceritanya serupa, yang berganti namanya saja. Namun, diatas segala-galanya, yang paling memilukan adalah jika aktor protagonis (sosok baik) pada hari kemarin menjadi antagonis (sosok jahat) dalam lakon hari ini. Tak ada pilihan lain, Kita harus sama-sama melawannya.
Cara melawan
Dalam sejumlah agenda kunjngan ke desa-desa, saya sering mendengar legenda Ratu Adil yang diceritakan rakyat desa dengan penuh harapan. Saya memiliki perspektif tersendiri mengenai hal ini tanpa harus melecehkan harapan mereka. Menurut saya, Ratu Adil bukanlah Herucokro (sosok setengah dewa), melainkan sistem yang melahirkannya (Chandradimuka). Selama tak ada Chandradimuka yang baik, jangan berharap akan lahir para pemimpin yang cakap dan berintegritas. Jikapun ada, itu hanya kekecualian.
Bagi saya, keterbukaan dalam pendanaan politik adalah agenda yang paling mendesak dalam membangun Chandradimuka politik yang sehat. Setidaknya adalah enam langkah yang saya usulkan.
Pertama, ditetapkan batas maksimum biaya kampanye politik untuk jabatan-jabatan publik, seperti kampanye pemilihan bupati, gubernur, presiden dan DPR.
Kedua, pengumpulan dana politik harus melalui rekening terbuka yang dapat diakses publik. Hal ini juga berlaku dalam pemilihan ketua umum dan konvensi calon presiden RI dari partai politik sebagai salah satu prasyarat keikutsertaan partai/capres tersebut dalam pemilu/pilpres.
Ketiga, pengumpulan harus langsung dari individu ke rekening, tanpa perantara, dengan nilai batasan sumbangan tertentu.
Keempat, pengeluaran dana harus dilaporkan secara rinci dan terbuka ke publik.
Kelima, harus ada prosedur audit dari lembaga independen.
Keenam, pendanaan di luar rekening tunggal adalah pelanggraan dan dapat dikenai sanksi pidana.Mekanisme rekening tunggal dan terbuka itu memang cukup berat untuk diperjuangkan. Mustahillah seorang anggota DPR memperjuangkan seorang diri. Untuk itu, saya mengajak agar kita menggulirkan gerakan ini bersama-sama.
Beberapa pihak sudah dan juga sedang mencobanya, baik untuk pemilihan anggota legislatif maupun jabatan kepala daerah. Beberapa ada yang gagal, tetapi ada juga yang berhasil memenangi jabatan politik.Tugas saya dan Anda adalah menjadikan kisah-kisah sukses mereka sebagai inspirasi bahwa generasi politisi bersih masih bisa kita lahirkan.Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR; Pembina Utama Persatuan Rakyat Desa Nusantara (Parade Nusantara)
Artikel ini dimuat harian Kompas,Selasa, 2 Agustus 2011
PDIP: Pidato presiden hanya retorika
Oleh: Jhon Andi OktaveriJAKARTA: Fraksi PDI Perjuangan menilai apa yang dikatakan presiden dalam pidato kenegaraan tentang RUU APBN tahun Anggaran 2011 dan Nota Kuangan hanya retorika belaka tanpa strategi yang jelas.
Penilaian itu disampaikan oleh Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani dalam satu konferensi pers hari ini. Saat memberikan keterangan Puan didampingi oleh Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar)DPR Oly Dondokambey, Ketua Komisi XI Emir Moeis dan sejumlah pengurus DPP lainnya.
"Apa yang dikatakan presiden hanya retorika yang tidak jelas arahnya," ujar Puan kepada wartawan, seusai mengikuti pidato kenegaraan tersebut. Puan menyatakan pihaknya berharap apa yang dikatakan presiden jelas arahnya.
Bahkan, Puan juga menyebutkan apa yang disampaikan presiden lebih bersifat kosmetik dan kamulflase dari kenyataan yang ada.
Dia mencontohkan terkait dengan keamanan pangan yang disampaikan Presiden SBY, padahal di lapangan kondisinya lebih parah, karena masih sulitnya masyarakat untuk mendapatkan bahan pangan. Begitu juga dengan harga bahan pangan yang dinyatakan tidak membubung, padahal dalam kenyataannya di lapangan harga kebutuhan pokok terus meningkat.
Secara terpisah, Anggota Banggar Bambang Soesatyo menyatakan mengapresiasi atas sepuluh sasaran strategis yang dipaparkan presiden dalam pidatonya. Namun dia menyebutkan semua sasaran itu bukan hal baru mengingat semua itu adalah sasaran reguler APBN.
Menurut Bambang, aspek terpenting dari APBN kita saat ini adalah soal efektivitas pengelolaan anggaran. Pemerintahan, ujarnya, cukup bermasalah karena sudah bertahun-tahun dijangkiti penyakit lamban menyerap anggaran.
"Setiap tahun, selalu dikemukakan alasan yang berbeda-beda. Mudah-mudahan perencanaan APBN kita tahun mendatang lebih komprehensif, agar benar-benar bisa dijadikan acuan," katanya.(bas)
Golkar dan PDI-P Tolak Tarif Listrik Dinaikkan Lagi
Kamis, 19 Agustus 2010 | 17:05 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta -Masa depan rencana pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik (TDL) tampaknya akan suram. Beberapa anggota Badan Anggaran DPR menunjukkan keengganan mereka untuk menyetujui rencana tersebut.
"Kami dari Fraksi Partai Gollkar jelas menolak. Baru saja dinaikkan, masak, sudah ada niatan menaikkan lagi?" ujar Ketua Badan Anggaran DPR Melchias Markus Mengkeng kepada Tempo di Gedung DPR, sore ini (19/8).
Menurut dia, munculnya rencana menaikkan TDL yang dalam dua tahun anggaran berturut-turut adalah bentuk ketidakprofesionalan pemerintah. "Ini berarti manajemen kelistrikan kita tidak firm," tegas dia.
Anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi PDI-P Maruarar Sirait senada dengan Melchias. Dia menolak rencana pemerintah tersebut karena menganggap akan mempersulit masyarakat dan pengusaha.
"Kami dari Fraksi Partai Gollkar jelas menolak. Baru saja dinaikkan, masak, sudah ada niatan menaikkan lagi?" ujar Ketua Badan Anggaran DPR Melchias Markus Mengkeng kepada Tempo di Gedung DPR, sore ini (19/8).
Menurut dia, munculnya rencana menaikkan TDL yang dalam dua tahun anggaran berturut-turut adalah bentuk ketidakprofesionalan pemerintah. "Ini berarti manajemen kelistrikan kita tidak firm," tegas dia.
Anggota Badan Anggaran DPR dari Fraksi PDI-P Maruarar Sirait senada dengan Melchias. Dia menolak rencana pemerintah tersebut karena menganggap akan mempersulit masyarakat dan pengusaha.
Apalagi, kata Maruarar, tingginya angka inflasi dan pencabutan subsidi BBM akan menambah beban bersama. "Menurut saya pribadi, berat sekali kalau TDL dinaikkan. Tahun ini sudah naik, jangan sampai tahun depan naik lagi," ujarnya.
Alih-alih menaikkan TDL, Maruarar mengusulkan pemerintah bekerjasama dengan DPR untuk mencari solusi alternatif menghadapi ketatnya anggaran.Pemerintah bisa mencari solusi lain dengan menaikkan target produksi (ifting) minyak dan kualitasnya serta meningkatkan tax ratio.
Alih-alih menaikkan TDL, Maruarar mengusulkan pemerintah bekerjasama dengan DPR untuk mencari solusi alternatif menghadapi ketatnya anggaran.Pemerintah bisa mencari solusi lain dengan menaikkan target produksi (ifting) minyak dan kualitasnya serta meningkatkan tax ratio.
Melchias mengaku akan menjegal rencana kenaikan TDL ini saat pembahasan di Badan Anggaran DPR. "Penolakan bisa di Panitia Kerja," kata Melchias.
ANTON WILLIAM
PDIP Bentuk Tim Khusus Usut Kasus HKBP Bekasi
Kamis, 19 Agustus 2010 , 17:10:00 WIB
Kamis, 19 Agustus 2010 , 17:10:00 WIB
Laporan: Widya Victoria
RMOL.Fraksi PDI Perjuangan mengutus enam anggotanya untuk bertugas mengusut kasus kekerasan fisik dan non fisik yang dialami jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Pondok Timur Indah, Bekasi.
Salah seorang tim yang juga anggota DPR Komisi IX, Imam Soeroso, kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, mengatakan bahwa tugas tim mulai efektif sejak kemarin dan di bawah tanggung jawab Sekjen PDIP, Tjahjo Kumolo.
Selain dirinya, lima anggota fraksi lain yang ditugaskan dalam tim adalah Said Abdullah, Eva Kusuma Sundari. Sukur Nababan, Ian siagian, dan Zainudin Ahmadi.
Beberapa program utama tim ini di antaranya adalah melakukan peninjauan lapangan di Bekasi, mengadakan pertemuan dengan Pemda dan DPRD setempat dan pertemuan dengan pihak HKBP Bekasi. Selain itu, tim akan melakukan koordinasi dengan fraksi dan hasil dari tinjuan lapangan dilaporkan untuk ditindaklanjuti fraksi dan partai.
"Kami direkomendasikan partai untuk menetralisir situasi agar tak berkepanjangan, biar masyarakat puas. Masalah pluralisme jadi atensi PDIP biar tidak terjadi kecemburuan sosial dan kerukunan agama bisa tercapai," terangnya.[ald]
Salah seorang tim yang juga anggota DPR Komisi IX, Imam Soeroso, kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, mengatakan bahwa tugas tim mulai efektif sejak kemarin dan di bawah tanggung jawab Sekjen PDIP, Tjahjo Kumolo.
Selain dirinya, lima anggota fraksi lain yang ditugaskan dalam tim adalah Said Abdullah, Eva Kusuma Sundari. Sukur Nababan, Ian siagian, dan Zainudin Ahmadi.
Beberapa program utama tim ini di antaranya adalah melakukan peninjauan lapangan di Bekasi, mengadakan pertemuan dengan Pemda dan DPRD setempat dan pertemuan dengan pihak HKBP Bekasi. Selain itu, tim akan melakukan koordinasi dengan fraksi dan hasil dari tinjuan lapangan dilaporkan untuk ditindaklanjuti fraksi dan partai.
"Kami direkomendasikan partai untuk menetralisir situasi agar tak berkepanjangan, biar masyarakat puas. Masalah pluralisme jadi atensi PDIP biar tidak terjadi kecemburuan sosial dan kerukunan agama bisa tercapai," terangnya.[ald]
PDIP Kita Kritik Pemerintahan SBY
Jakarta, RMOL. Setelah mempersoalkan redenominasi dan langah pemerintah dalam menangani ledakan tabung gas ukuran 3 kilogram di banyak tempat, PDI Perjuangan kembali memojokkan pemerintahan SBY.
Serangan terakhir mengalir dari mulut Sekretaris Jenderal PDIP, Tjahjo Kumolo, sebelum penutupan Rapat Kerja Nasional DPP partai itu di Sentul, Bogor, Jawa Barat (Kamis sore, 5/8).
Tjahjo mempertanyakan maksud di balik pernyataan Presiden SBY yang mengatakan bahwa 80 persen dari 205 daerah baru hasil pemekaran dalam sepuluh tahun terakhir gagal.
“Sebagai presiden, ia tidak boleh mengatakan hal itu. Pemerintah daerah itu kan bawahan pemerintah pusat. Kalau mereka dikatakan gagal, itu berarti pusat juga mengaku gagal. Apa maksud Presiden mengatakan hal itu?” ujar Tjahjo kepada Rakyat Merdeka Online.
Tjahjo juga menyoroti peranan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang tidak dapat berfungsi dengan baik untuk menopang model pembangunan bottom up.
“Evaluasi resmi dan laporan semua daerah di Musrenbang (Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan) tidak ada manfaatnya. Karena masukan daerah dalam Musrenbang diolah Bappenas, tetapi keputusan dapat anggaran atau tidak tergantung lobi kepala daerah dengan Kementerian Keuangan,” ujarnya.
“Kalau begitu, buat apa ada Bappenas? Bubarkan saja?” sambungnya.
Kamis pagi saat berbicara di depan kepala daerah se-Indonesia dan anggota Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II di Istana Bogor, Presiden SBY juga sempat menyinggung sinergi vertikal dan horizontal antar-lembaga penyelenggara pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.
Adapun pernyataan mengenai kegagalan otonomi daerah disampaikan SBY dalam pertemuan konsultasi dengan DPR di Istana Negara di Jakarta pertengahan Juli lalu
PAN: PDIP Ambivalen
Jum'at, 06 Agustus 2010 , 10:21:00 WIBLaporan: Zul Hidayat Siregar
Jakarta, RMOL. Pernyataan Ketua Fraksi PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mestinya menjadikan hasil evaluasi Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) untuk mengganti menteri-menteri, mendapat tanggapan.
Adalah Wakil Ketua Fraksi PAN Ahmad Rubaie yang menanggapi pernyataan Tjahjo tersebut. Ahmad Rubaie menilai, siapapun tak boleh mendikte presiden dalam melakukan reshuffle kabinet, termasuk Tjahjo Kumolo.
"Siapa pun termasuk dengan segala hormat untuk Bung Tjahjo, tidak perlu mendikte. Presiden lah yang sesungguhnya tahu rapor pembantunya. Presiden pasti akan mengambil keputusan bijaksana mau di-reshuffle atau tidak. Karena itu hak prerogatif Presiden," ujar Ahmad Rubaie kepada Rakyat Merdeka Online sesaat lalu (Jumat, 6/8).
Selain itu, anggota Komisi III DPR ini juga menilai PDI Perjuangan tengah menjalankan politik ambivalensi. Pasalnya, Tjahjo meminta Presiden SBY untuk tidak takut pada tekanan partai dalam me-reshuffle kabinet.
"Itu namanya politik ambivalensi. Karena secara tidak langsung dia juga menekan Presiden. Ngapain pakai-pakai tekanan," tandasnya.
Beberapa waktu lalu UKP4 merilis rapor menteri KIB II. Ada tiga menteri yang memiliki rapor merah. Ketiganya adalah Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar dari PAN, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring dari PKS, dan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dari non partai
"Siapa pun termasuk dengan segala hormat untuk Bung Tjahjo, tidak perlu mendikte. Presiden lah yang sesungguhnya tahu rapor pembantunya. Presiden pasti akan mengambil keputusan bijaksana mau di-reshuffle atau tidak. Karena itu hak prerogatif Presiden," ujar Ahmad Rubaie kepada Rakyat Merdeka Online sesaat lalu (Jumat, 6/8).
Selain itu, anggota Komisi III DPR ini juga menilai PDI Perjuangan tengah menjalankan politik ambivalensi. Pasalnya, Tjahjo meminta Presiden SBY untuk tidak takut pada tekanan partai dalam me-reshuffle kabinet.
"Itu namanya politik ambivalensi. Karena secara tidak langsung dia juga menekan Presiden. Ngapain pakai-pakai tekanan," tandasnya.
Beberapa waktu lalu UKP4 merilis rapor menteri KIB II. Ada tiga menteri yang memiliki rapor merah. Ketiganya adalah Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar dari PAN, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring dari PKS, dan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dari non partai
Perintah Megawati, PDI Perjuangan Harus Memilih Darmin
Polkam / Senin, 2 Agustus 2010 11:57 WIB
Metrotvnews.com, Jakarta: Darmin Nasution telah ditetapkan sebagai Gubernur Bank Indonesia pada rapat paripurna, Kamis (29/7) lalu. Tapi kini mulai tercium aroma tak sedap pada proses pemilihannya. Itu terjadi di dalam tubuh Fraksi PDI Perjuangan yang melakukan walk-out ketika proses penetapan Darmin.
Darmin Nasution terpilih secara aklamasi atas persetujuan tujuh fraksi, yakni Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PKS, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi PPP, Fraksi PKB dan Fraksi Gerindra. Sedangkan Fraksi Hanura menolak dan walk-out bersama Fraksi PDI Perjuangan. Mereka menolak mekanisme pemilihan Darmin lewat voting terbuka.
Anggota Komisi XI DPR Gayus Lumbuun mengaku kecewa dengan pemilihan Darmin. Sebab Darmin adalah sosok yang dianggap bertanggung jawab atas kasus Bank Century. Isu yang beredar pada proses fit and profer test di Komisi XI beberapa waktu lalu, sebagian besar anggota Fraksi PDI Perjuangan di Komisi Anggaran tersebut menolak Darmin sebagai Gubernur BI.
Berbeda dengan Gayus, Emir Moeis menyatakan bahwa Fraksi PDI Perjuangan harus memilih Darmin. Sebab, sudah diperintahkan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri. Itu yang menjadi Darmin terpilih secara aklamasi dengan 9 catatan di Komisi XI DPR.
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI dari PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari menyatakan kekecewaan Gayus sangat beralasan. Sebab Gayus adalah Wakil Ketua Panitia Khusus Bank Century. Meski demikian, Fraksi PDI Perjuangan tetap menghormati keputusan paripurna DPR yang memilih Darmin.
Eva menceritakan, pada proses fit and profer test di Komisi XI DPR, dirinya dan Dolfi OFP pun menolak Darmin. Tapi ketika itu, Maruarar Sirait dan Emir Moeis menyatakan Megawati telah memerintahkan DPP agar memilih Darmin. Untuk diketahui anggota Fraksi PDI Perjuangan yang duduk di Komisi XI DPR berjumlah 8 orang. Namun yang intens pada proses fit and profer test hanya Eva Kusuma Sundari, Dolfi, Maruarar, dan Emir Moeis.
"Pak Emir bilang kalau yang tidak puas cukup cantumkan di dalam catatan. Yang lain bingung, tapi karena sudah garis partai maka terpilih lah Darmin secara aklamasi," jelas Eva.
Eva menceritakan, ternyata perintah Megawati itu sudah ada sejak 2 hari sebelum proses fit and profer test terhadap Darmin digelar. Hanya saja, Maruarar dan Emir tak menyampakan kepada anggota Fraksi PDI Perjuangan di Komisi XI DPR. Walau begitu, Eva membantah jika kejadian itu akan membawa PDI Perjuangan terpecah.
Darmin Nasution terpilih secara aklamasi atas persetujuan tujuh fraksi, yakni Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PKS, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi PPP, Fraksi PKB dan Fraksi Gerindra. Sedangkan Fraksi Hanura menolak dan walk-out bersama Fraksi PDI Perjuangan. Mereka menolak mekanisme pemilihan Darmin lewat voting terbuka.
Anggota Komisi XI DPR Gayus Lumbuun mengaku kecewa dengan pemilihan Darmin. Sebab Darmin adalah sosok yang dianggap bertanggung jawab atas kasus Bank Century. Isu yang beredar pada proses fit and profer test di Komisi XI beberapa waktu lalu, sebagian besar anggota Fraksi PDI Perjuangan di Komisi Anggaran tersebut menolak Darmin sebagai Gubernur BI.
Berbeda dengan Gayus, Emir Moeis menyatakan bahwa Fraksi PDI Perjuangan harus memilih Darmin. Sebab, sudah diperintahkan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri. Itu yang menjadi Darmin terpilih secara aklamasi dengan 9 catatan di Komisi XI DPR.
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI dari PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari menyatakan kekecewaan Gayus sangat beralasan. Sebab Gayus adalah Wakil Ketua Panitia Khusus Bank Century. Meski demikian, Fraksi PDI Perjuangan tetap menghormati keputusan paripurna DPR yang memilih Darmin.
Eva menceritakan, pada proses fit and profer test di Komisi XI DPR, dirinya dan Dolfi OFP pun menolak Darmin. Tapi ketika itu, Maruarar Sirait dan Emir Moeis menyatakan Megawati telah memerintahkan DPP agar memilih Darmin. Untuk diketahui anggota Fraksi PDI Perjuangan yang duduk di Komisi XI DPR berjumlah 8 orang. Namun yang intens pada proses fit and profer test hanya Eva Kusuma Sundari, Dolfi, Maruarar, dan Emir Moeis.
"Pak Emir bilang kalau yang tidak puas cukup cantumkan di dalam catatan. Yang lain bingung, tapi karena sudah garis partai maka terpilih lah Darmin secara aklamasi," jelas Eva.
Eva menceritakan, ternyata perintah Megawati itu sudah ada sejak 2 hari sebelum proses fit and profer test terhadap Darmin digelar. Hanya saja, Maruarar dan Emir tak menyampakan kepada anggota Fraksi PDI Perjuangan di Komisi XI DPR. Walau begitu, Eva membantah jika kejadian itu akan membawa PDI Perjuangan terpecah.
"Perpecahan sudah lewat kta tunduk kepada keputusan paripurna.Uurusan Darmin di luar partai, dia terpilih selesai," tutup Eva.(Andhini)
PDI Perjuangkan Pertanyakan Ide Rumah Aspirasi
Senin, 02 Agustus 2010 | 15:14 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Fraksi PDIP mempertanyakan rencana pembangunan rumah aspirasi yang diusung BURT. Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo menilai spirit rumah aspirasi berspirit individual.
"Timbul pertanyaan, pahamkah DPR tentang spirit pancasila yang dasarnya gotong royong," kata Tjahjo dalam jawaban melalui pesan singkatnya pada Tempo, Senin (2/8).
Menurut Tjahjo sistem demokrasi yang dibangun Indonesia dilakukan melalui penguatan sistem partai politik. Karena itu gagasan membangun rumah aspirasi menimbulkan pertanyaan bagi PDIP. "Kok muncul ide gagasan rumah aspirasi? Ini kan jelas meredusir fungsi aspirasi dan artikulasi DPRD dan partai politik," kata Tjahjo yang juga Ketua Fraksi PDIP ini.
Alih-alih merencanakan membangun rumah aspirasi, Tjahjo mengusulkan dana ratusan juta itu digunakan buat kesejahteraan rakyat. "Lebih baik buat beli traktor tangan untuk petani, mesin generator buat nelayan, misalnya," kata dia. Cara itu, kata dia, bisa lebih bermanfaat buat masyarakat.
Amirullah
Korban Tragedi 27 Juli Lakukan Tabur Bunga
Selasa, 27 Juli 2010 12:20 WIB
Peristiwa penyerbuan ke markas Partai Demokrasi Indonesia pada 27 Juli 1996 mengakibatkan lima orang meninggal dunia dan sekitar seratusan orang luka-luka.
Tabur bunga yang dilakukan oleh keluarga korban dan anggota DPR dari Fraksi PDIP Ribka Tjiptaning itu sempat membuat arus lalu lintas di Jalan Diponegoro tersendat karena aksi tabur bunga dilakukan di tengah jalan.
Selain itu, mereka juga mengheningkan cipta bagi para korban tragedi 27 Juli di pinggir Jalan Diponegoro.
Anggota DPR dari Fraksi PDIP Ribka Tjiptaning, meminta agar aparat penegak hukum segera mengungkap kasus yang sudah 14 tahun itu terjadi dan mengusutnya hingga tuntas.
"Kami melakukan aksi tabur bunga dan melakukan pengajian sebagai salah satu bahwa PDIP tidak lupa akan sejarahnya. Peringatan tidak hanya seremonial saja, tapi menuntut agar kasus ini diungkap secara terbuka karena merupakan pelanggaran HAM," kata Ribka, yang pernah ditahan saat tragedi tersebut.
Ribka yang mewakili DPP PDIP, menyayangkan anggota DPP PDIP tidak menghadiri acara yang merupakan sejarah partai itu, bahkan menjadi tonggak sejarah Bangsa Indonesia dalam merintis reformasi.
"Bohong bila mereka ingat kepada Bung Karno, tapi tidak ingat tragedi 27 Juli yang telah membesarkan PDIP seperti saat ini," katanya.
Menurut dia, Megawati namanya menjadi besar bukan karena anaknya Bung Karno, namun karena kasus tragedi 27 Juli 1996u. Pasalnya, anak Bung Karno yang lain juga mendirikan partai, tapi tidak sebesar Megawati.
Oleh karena itu, Ribka mengimbau agar DPP hingga tingkat ranting PDIP mengingat kasus 27 Juli yang tidak hanya sejarah PDIP, tapi tonggak sejarah bangsa Indonesia karena rintisan dari reformasi.
Dalam memperingati tragedi 27 Juli, Ribka Tjiptaning juga membuka acara pengobatan gratis bagi keluarga tidak mampu di markas PDIP yang lama. (Ant/OL-9)
PDIP: Beri Kesempatan Darmin Membela Diri
Laporan: Zul Hidayat Siregar
Jakarta, RMOL. PDI Perjuangan tidak ingin lantas membuat keputusan menolak atau menerima Darmin Nasution sebagai calon Gubernur Bank Indonesia.
Meski banyak hal dari Darmin, baik pemikiran dan kinerjanya yang telah diketahui sebelumnya.
"Ya, dia harus diberi kesempatan untuk membela diri dong. Masak langsung diputuskan. Itukan nggak benar," ujar anggota Komisi XI DPR, Eva Sundari saat dihubungi Rakyat Merdeka Online sesaat lalu (Rabu, 21/7).
Dalam proses fit and proper test nanti, PDI Perjuangan akan mencoba menggunakan pendekatan objektif. PDI Perjuangan, ujarnya, akan mengkombinasikan data yang telah ada dengan jawaban-jawaban yang diberikan Darmin.
"Kami mau klarifkasi dan minta penjelasan atas masukan-masukan soal isu-isu negatif tentang Pak Darmin. Setelah itu, penjelasan itu lah yang akan kami pakai untuk mengambil keputusan," tandasnya.[zul]
PDI Perjuangan Meminta Presiden Tegur Mendagri
Polkam / Rabu, 7 Juli 2010 15:18 WIB
Metrotvnews.com, Jakarta: Keluarnya Peraturan Menteri (Permen) Nomor 26 Tahun 2010 tentang Penggunaan Senjata Api bagi Satuan Polisi Pamong Praja membuat PDI Perjuangan berang. PDI Perjuangan meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegur Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
Melalui pesan singkat kepada metrotvnews.com, Rabu (7/7), Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo menilai kebijakan Gamawan melebihi batas. Sebab, seorang sipil memiliki gaya pemikiran militer. PDI perjuangan mempertanyakan motivasinya. "Menurut saya ini tidak benar," ujar Tjahjo.
Tjahjo mengemukakan, tugas Satpol PP menertibkan suatu wilayah, bukan melakukan kekerasan terhadap masyarat. Jika Satpol PP memerlukan dukungan, sebaiknya mereka meminta bantuan TNI atau Polri yang memang bersenjata.
Satpol PP, lanjut Tjahjo, semestinya melayani masyarakat, jangan dihadapkan dengan rakyat. Kasihan rakyat bila mereka diadu dengan Satpol PP. "Kalau bergitu artinya sama saja perluasan penampangan militerisme. Hal ini juga tidak sejalan dengan semangat demokrasi," kata Tjahjo.(Andhini)
Melalui pesan singkat kepada metrotvnews.com, Rabu (7/7), Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo menilai kebijakan Gamawan melebihi batas. Sebab, seorang sipil memiliki gaya pemikiran militer. PDI perjuangan mempertanyakan motivasinya. "Menurut saya ini tidak benar," ujar Tjahjo.
Tjahjo mengemukakan, tugas Satpol PP menertibkan suatu wilayah, bukan melakukan kekerasan terhadap masyarat. Jika Satpol PP memerlukan dukungan, sebaiknya mereka meminta bantuan TNI atau Polri yang memang bersenjata.
Satpol PP, lanjut Tjahjo, semestinya melayani masyarakat, jangan dihadapkan dengan rakyat. Kasihan rakyat bila mereka diadu dengan Satpol PP. "Kalau bergitu artinya sama saja perluasan penampangan militerisme. Hal ini juga tidak sejalan dengan semangat demokrasi," kata Tjahjo.(Andhini)
Trimedya: Yusril Bisa Abaikan Panggilan Kejaksaan
Jum'at, 09 Juli 2010 | 00:04 WIB
Besar Kecil Normal
foto
Trimedya Panjaitan. TEMPO/ Nickmatulhuda
TEMPO Interaktif, Jakarta - Anggota Komisi Hukum dari Fraksi PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan menyatakan mantan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra bisa saja mengabaikan panggilan Kejaksaan untuk memeriksanya. "Tetapi bukan karena Hendarman Supandji (Jaksa Agung) sah atau tidak," kata Trimedya di Jakarta, Kamis (8/7).
Menurut Trimedya, alasan yang digunakan harusnya keraguan dasar kasus ini, sebenarnya politik atau murni hukum. Sebab penetapan Yusril dan Hartono Tanoesudibyo jauh sesudah penetapan para tersangkanya, atau sudah terlambat. "Hal ini bisa mengindikasikan seakan-akan negara ini jadi semacam pabrik isu," kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan bidang hukum ini.
Tetapi, ia melanjutkan, Yusril tidak seharusnya mempermasalahkan keabsahan status jaksa agung di saat ini. Dari segi hukum tata negara, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Peraturan Perundang-undangan membuat masa jabatan jaksa agung disesuaikan dengan Undang-Undang Kejaksaan (Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004), tidak sekadar Keputusan Presiden.
Sebelumnya, Ketua Komisi Hukum Benny K. Harman menyatakan kasus Sistem Administrasi Badan Hukum dan kesahan Jaksa Agung Hendarman Supandji adalah dua hal yang berbeda. "Kalau mengenai kesahan jaksa agung masih ada perdebatan panjang. Harus diuji dulu melalui praperadilan," kata Benny.
ARYANI KRISTANTI
PDIP tidak Setuju Gubernur DIY Dipilih
ANTARA/Regina Safri/as
JAKARTA--MI: Fraksi PDIP DPR mengusulkan agar Sultan Hamengku Buwono X otomatis diangkat menjadi Gubernur DIY. Fraksi itu tidak setuju bila Gubernur DIY dipilih melalui pemilu kada seperti yang diusulkan pemerintah dalam RUU tentang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
"F-PDI Perjuangan konsisten sejak awal bahwa dalam RUU DIY, Sultan HB X ditetapkan saja mengingat aspek kesejarahan serta kekhasan DIY, terutama menyangkut soal sosilogis, ekonomi (tanah), dan politis, juga kultural," kata anggota Komisi II DPR dari F-PDIP Arif Wibowo di Jakarta, Kamis (1/7).
Menurutnya, kesultanan Yogya adalah manifestasi dari kesatuan sosial, politik, dan budaya rakyat Yogyakarta. Keberadaan Sultan dengan cara ditetapkan justru menguatkan pranata sosial sekaligus tetap menjamin efektifitas pemerintahan.
UUD 1945 juga telah menjamin keistimewaan daerah itu sebagaimana diatur dalam Pasal 18B. "Dengan demikian hal ini selaras dengan pengaturan sistem pemerintahan dan otonomi daerah," tukasnya. (Din/OL-8)